SIDOARJO – Tragedi ambruknya gedung tiga lantai di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, menyisakan duka mendalam. Insiden yang terjadi saat ratusan santri tengah melaksanakan salat Ashar berjamaah ini menewaskan 67 orang. Proses evakuasi telah selesai, namun tuntutan keadilan terus bergema.
Keluarga korban mendesak agar insiden ini diusut tuntas secara hukum. Mereka meyakini, meskipun musibah adalah takdir, kelalaian manusia tidak bisa diabaikan. Harapan mereka, tragedi ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pesantren di Indonesia.

Pengasuh Ponpes Al Khoziny, Abdus Salam Mujib, menyampaikan permohonan maaf dan menyebut kejadian ini sebagai takdir Ilahi. Namun, ia juga menduga ambruknya bangunan disebabkan oleh penopang cor yang tidak kuat saat pengecoran akhir.
Bupati Sidoarjo, Subandi, mengakui bahwa bangunan tersebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Ia menyayangkan keteledoran ini, mengingat banyak pesantren yang lebih memprioritaskan pembangunan daripada perizinan.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat bahwa ada pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini. Menurutnya, insiden ini bukan disebabkan oleh bencana alam, melainkan pelanggaran hukum. Polisi diharapkan segera melakukan penyelidikan mendalam dengan melibatkan ahli konstruksi untuk mengungkap penyebab pasti ambruknya gedung dan menetapkan tersangka.